Pernikahan Beda Agama Menurut Islam

Hukum Pria Menikah dengan Wanita Beda Agama

Assalamualaikum Wr.Wb

Saya akan coba membahas Pernikahan Beda Agama Menurut Islam. Tadinya ini adalah tugas untuk sekolah Saya, tapi karena tidak jadi dikumpul jadi mendingan masukin blog aja biar tidak mubazir, siapa tau ada yang membutuhkannya untuk tugas juga hhe.


Pernikahan Beda Agama Menurut Islam
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEixLX_UJbAYxZ1dGfLBDWPrVMDD1eBNgW5SMgnNwhr-rPKLG1kyojVcSOzKc00SczSumvp8y2CQYpKAVFZSu-OtGif3X5QqNUA7TB3eIM5H7g4LJDfF3L_xZ1VEF1PjjTqO59HODmGZP6I/s1600/hukum+nikah+beda+agama.jpg

“Dan janganlah kamu menikahi wanita-wanita musyrik, sebelum mereka beriman. Sesungguhnya wanita budak yang mukmin lebih baik dari wanita musyrik, walaupun dia menarik hatimu. Dan janganlah kamu menikahkan orang-orang musyrik (dengan wanita-wanita mukmin) sebelum mereka beriman. Sesungguhnya budak yang mukmin lebih baik dari orang musyrik, walaupun dia menarik hatimu. Mereka mengajak ke neraka, sedang Allah mengajak ke surga dan ampunan dengan izin-Nya. Dan Allah menerangkan ayat-ayat-Nya (perintah-perintah-Nya) kepada manusia supaya mereka mengambil pelajaran.” (al-Baqarah [2]:221)

“Hai orang-orang yang beriman, apabila datang berhijrah kepadamu perempuan-perempuan yang beriman, maka hendaklah kamu uji (keimanan) mereka. Allah lebih mengetahui tentang keimanan mereka; maka jika kamu telah mengetahui bahwa mereka (benar-benar) beriman maka janganlah kamu kembalikan mereka kepada (suami-suami mereka) orang-orang kafir. Mereka tiada halal bagi orang-orang kafir itu dan orang-orang kafir itu tiada halal pula bagi mereka. Dan berikanlah kepada (suami-suami) mereka mahar yang telah mereka bayar. Dan tiada dosa atasmu mengawini mereka apabila kamu bayar kepada mereka maharnya. Dan janganlah kamu tetap berpegang pada tali (perkawinan) dengan perempuan-perempuan kafir; dan hendaklah kamu minta mahar yang telah kamu bayar; dan hendaklah mereka meminta mahar yang telah mereka bayar. Demikianlah hukum Allah yang ditetapkan-Nya di antara kamu. Dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.” (al-Mumtahanah [60]:10)


“Pada hari ini dihalalkan bagimu yang baik-baik. Makanan (sembelihan) orang-orang yang diberi Al Kitab itu halal bagimu, dan makanan kamu halal (pula) bagi mereka. (Dan dihalalkan mangawini) wanita yang menjaga kehormatan diantara wanita-wanita yang beriman dan wanita-wanita yang menjaga kehormatan di antara orang-orang yang diberi Al Kitab sebelum kamu, bila kamu telah membayar mas kawin mereka dengan maksud menikahinya, tidak dengan maksud berzina dan tidak (pula) menjadikannya gundik-gundik. Barangsiapa yang kafir sesudah beriman (tidak menerima hukum-hukum Islam) maka hapuslah amalannya dan ia di hari kiamat termasuk orang-orang merugi.” (al-Ma’idah [5]:5)


Pernikahan umat islam dengan umat non islam mengalami perdebatan oleh para ulama. 


Pertama, ulama yang mengharamkan, seperti Atha’, Ibn ‘Umar, Muhammad Ibn al-Hanafiyah, al-Hadi(salah seorang imam Syi’ah Zaidiyah). Mereka berpatokan pada sejumlah ayat, yaitu: al-Mumtahanah [60]:10 yang melaang pernikahan umat Islam dengan orang kafir; al-Baqarah[2]:221 yang melarang menikahi orang-orang musrik. Menurut mereka dua ayat tersebut telah menghapus kebolehan menikahi orang Ahlul Kitab, sebagaimana dalam al-Ma’idah [5]:5.

Mengacu pada al-Mumtahanah tersebut, Umar Ibn Khattab meceraikan dua istrinya yang kafir. Sikap Umar ini diikuti oleh Thalhah Ibn Ubaidillah. Ia menceraikan istrinya yang kafir. Alkisah, Umar Ibn Khattab pernah hendak mencabuk seorang muslim yang menikahi perempuan Ahlul Kitab(yang dulu meliputi Nasrani dan Yahudi).
        
Kedua, ulama yang menghalalkan pernikahan dengan Ahlul Kitab(yang dulu meliputi Nasrani dan Yahudi; Rasyid Ridla memasukkan Majusi, Hindu, Buddha, dan Konfisius sebagai Ahlul Kitab). Ibn katsir mengutib pernyataan Ibn Abbas melalui Ali ibn Abi Thalhah, perempual Ahlul Kitab dikecualikan dari al-Baqarah [2]:2. Pendapat ini didukung Mujahid, ‘Ikrimah, Sa’id ibn Jubair, Makhul, al-Hasan,al-Dlahhak, Zaid ibn Aslam, dan Rabi’ ibn Anas. Thabathaba’I berpendirian, pengharaman pada al-Baqarah [2]:22 itu sebatas pada orang Watsani(penyembah berhala).

Menurut Rasyid Ridla, pernikahan laki-laki muslim dengan perempuan Ahlul Kitab  adalah sah. Ini, menurut Ridla, karena Tuhan orang Islam dan Ahlul Kitab adalah satu. Kitab yang mejadi pegangan mereka hakikatnya adalah satu; didalam kitab suci masing-masing terkandung ajaran untuk beriman dan mengesahkan Tuhan, percaya pada hari akhir, dan beramal saleh. Ridla menambahkan, dengan pernikahan itu Ahlul Kitab bias mengetahui kesamaan ajaran sekaligu perbedaannya antara islam dan Yahudi-Nasrani.

Ketiga, ulama membolehkan pernikahan umat Islam dengan non-Islam seecara mutlak. Mereka berpendirian, al- Ma’idah [5]:5 telah menghapus larangan menikah dengan orng orang musyrik dan kafir. Dalah ushul fikih ada teori: ketika beberapa ayat saling bertentangan dan tidak mingkin dikompromikan, maka solusinya adalah naskh, yaitu ayat yang pertama turun dibatalkan oleh aya yang belakangan turun.  Dalam konteks tiga ayat diata, ayat terakhir turun adalah al-Ma’idah [5]:5, sehingga dimungkinkan untuk menganulir dua ayat yang turun lebi awal.


Lalu bagaimana pernikahan wanita Islam dengan pria yang non-Islam?


Wallahu A’lam bi al-Shawab   

Wassalamualaikum Wr.Wb


#daftar pustaka:

Prolog. Nikah Beda Agama dalam Islam, Dr. Abdul Moqsith Ghazali, MA
Al- Thabari, Jami’ al-Bayan, Jilid XII
Ridla, Tafsir al-Qur’an al-Hakim, Juz VI

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Pernikahan Beda Agama Menurut Islam"

Posting Komentar